ASFIKSIA
1.
Pengertian
Asfiksia
neonaturum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan
dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2010)
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara spontandan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (DKRI, 2010)
2.
Etiologi
Beberapa
keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal
ini dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir
a.
Keadaan ibu
1)
Preeklamsia dan eklamsia
2)
Pendarahan abnormal (plasenta previa
atau solusio plasenta)
3)
Partus lama atau partus macet
4)
Demam selama persalinan
5)
Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
6)
Kehamilan Post Matur (sesudah 42 minggu
kehamilan)
b.
Keadaan tali pusat
1)
Lilitan tali pusat
2)
Tali pusat pendek
3)
Simpul tali pusat
4)
Prolapsus tali pusat
c.
Keadaan bayi
1)
Bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan)
2)
Persalinan sulit (letak sungsang, bayi
kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep)
3)
Kelainan kongenital
4)
Air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan)
3.
Patofisiologi
Asfiksia
adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali
seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu,
masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan (DKRI, 2010)
4.
Penilaian Asfiksia
Menurut
prawirohardjo (2010), APGAR adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit
pertama, kelima, kesepuluh. Penilaian APGAR score perlu untuk mengetahui apakah
bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung
(heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna
kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan
memasukkan kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan. Setiap
penilaian APGAR score diberi angka 0, 1, 2. Dari hasil penilaian tersebut dapat
diketahui apakah bayi normal atau tidak.
Aspek
yang dinilai
|
Nilai
|
||
0
|
1
|
2
|
|
Appearance
(warna kulit)
|
Biru
pucat
|
Tubuh
merah muda
Ekstremitas
biru
|
Merah
muda seluruhnya
|
Pulse
(detak jantung)
|
Tidak
ada
|
Lambat
dibawah 100
|
Diatas
100x/menit
|
Grimance
(reflek)
|
Tidak
ada
|
Gerakan
sedikit
|
Reaksi
melawan
|
Activity
(tonus otot)
|
Tidak
ada
|
Ekstremitas
fleksi sedikit
|
Gerakan
aktif
|
Respiratori
(usaha nafas)
|
Tidak
ada
|
Lambat
tidak teratur
|
Menangis
dengan kuat
|
Jumlah
|
Sumber:
Varney, (2007)
Asfiksia
ringan : nilai APGAR 7-10
Asfiksia
sedang : nilai APGAR 4-6
Asfiksia
berat : nilai APGAR 0-3
5.
Dasar Asuhan Bayi Baru Lahir
Dalam
setiap persalinan, penatalaksanaan BBL menganut beberapa prinsip yang penting
untuk kelangsungan hidup BBL diantaranya:
a.
Kering, bersih dan hangat
Sangat
penting bagi semua bayi baru lahir untuk dijaga agar tetap kering, bersih dan
hangat untuk mencegah bayi kedinginan (hipotermi) yang membahayakan. Prinsip
ini tetap dianut dalam penatalaksanaan resusitasi BBL dan terlebih lagi bayi
asfiksia sangat rentan terhadap hipotermi.
b.
Bebaskan dan bersihkan jalan nafas BBL
Bersihkan
jalan nafas bayi dengan mengusap mukanya dengan kain atau kasa yang bersih dari
darah dan lendir segera setelah kepala bayi lahir (masih di perinium ibu)
1)
Apabila BBL segera dapat bernafas secara
spontan atau segera menangis, jangan lakukan pengisapan secara rutin pada jalan
nafasnya.
2)
Apabila BBL tidak bernafas atau bernafas
megap-megap, maka penghisapan lendir amat penting sebagai bagian mutlak dari
langkah awal resusitasi
3)
Apabila terdapat air ketuban bercampur
mekonium, begitu bayi lahir tidak bernafas atau bernafas megap-megap, maka
penghisapan lendir sangat penting dilakukan segera sebelum melakukan pemotongan
tali pusat dan kemudian dilakukan langkah awal
4)
Posisi kepala bayi baru lahir juga amat
penting untuk kelancaran jalan nafas sehingga dapat membantu pernafasan bayi.
Pada pola persalinan normal, setelah bayi lahir diletakkan di atas perut ibu
yang telah dilapisi kain dan diusahakan agar letak kepala setengah tengadah
(sedikit ekstensi). Pengaturan posisi sangat penting pada resusitasi BBL.
c.
Rangsangan Taktil
Mengeringkan
tubuh bayi pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat,
prosedur tersebut sudah cukup guna merangsang upaya nafas. Akan tetapi untuk
bayi dengan asfiksia, mungkin belum cukup sehingga perlu dilakukan rangsangan
taktil untuk merangsang pernafasan. Ada beberapa tindakan yang membahayakan
bayi dan perlu dihindari, misalnya menekuk lutut ke arah perut, meremas dan
mengangkat dada, dilatasi spingter ani, mengguyur air dingin dan hangat
berganti.
d.
Air Susu Ibu (ASI)
Penting
sekali untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam setelah bayi
lahir. Bila bayi sudah bernafas normal, lakukan kontak kulit bayi dan kulit ibu
dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam posisi bayi tengkurap, kepala
bayi menghadap dada ibu, kepala bayi di tengah antara ke dua payudara ibu sdikit
dibawah puting, lalu selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan. Ibu dianjurkan
selama sekitar 1 jam untuk mengusap dan membelai bayi dan memberikan dorongan
untuk meyusui bayi, sambil menunggu bayinya meraih puting susu secara mandiri.
Biasanya bayi berhasil menyusui pada menit ke 30-60
(DKRI,
2008)
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
Menurut
Sudarti, 2010 yang dikutip dari Helen Varney Manajemen kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data,
diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
a.
Tujuh langkah manajemen kebidanan
menurut Rita dan Surachmindari, 2013 yang mengkutip dari Helen Varney sebagai
berikut:
1)
Langkah I : Pengkajian Data
Pada
langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan keadaan pasien. Langkah ini merupakan
langkah awal untuk menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data
sesuai dengan kasus yang dihadapi. Data dasar ini meliputi data subjektif, data
objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan keadaan pasien yang
sebenarnya.
2)
Langkah II : Interpretasi Data
Pada
langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosa, masalah (kesenjangan yang
diharapkan dengan fakta/nyata) dan kebutuhan berdasarkan data yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa kebidanan, masalah
dan kebutuhan yang spesifik.
Standar
nomenklatur diagnosa kebidanan yaitu:
a)
Diakui dan telah disahkan profesi
b)
Berhubungan langsung dengan praktik
kebidanan
c)
Memiliki ciri khas kebidanan
d)
Didukung oleh Clinical Judgenment dalam praktik kebidanan
e)
Dapat diselesaikan dengan pendekatan
pelaksanaan kebidanan.
3)
Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada
langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi
4)
Langkah IV : Mengidentifikasi dan
menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Langkah
ini mengidentifikasi perlunya tindakan atau masalah potensial untuk ditangani
atau segera dikonsultasikan dengan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Dalam
kondisi tertentu seorang wanita mungkin memerlukan konsultasi dan kolaborasi
dengan dokter sehingga bidan harus mampu mengevaluasi setiap keadaan pasien
untuk menentukan kepada siap konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
menajemen asuhan pasien.
5)
Langkah V : Merencanakan asuhan yang
menyeluruh
Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari keadaan pasien atau dari
setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.
Apakah dibutuhkan konseling, penyuluhan dan apakah perlu merujuk pasien bila
ada masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural atau masalah
psikologis.
6)
Langkah VI : Pelaksanaan
Pada
langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
perencanaan dilaksanakan secara efektif. Perencanaan ini biasa dilakukan
sepenuhnya oleh bidan atau tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak
melakukannya sendiri tetapi tetap bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
7)
Langkah VII : Evaluasi
Pada
langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah di identifikasikan didalam diagnosa potensia.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2008
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2010
Prawirohardjo. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP
Varney, H. 2007. Varnay Midwifery. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar