Kamis, 07 April 2016

Asfiksia

ASFIKSIA 
1.      Pengertian
Asfiksia neonaturum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2010)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (DKRI, 2008)
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara spontandan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (DKRI, 2010)
2.      Etiologi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir
a.       Keadaan ibu
1)      Preeklamsia dan eklamsia
2)      Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3)      Partus lama atau partus macet
4)      Demam selama persalinan
5)      Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
6)      Kehamilan Post Matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
b.      Keadaan tali pusat
1)      Lilitan tali pusat
2)      Tali pusat pendek
3)      Simpul tali pusat
4)      Prolapsus tali pusat
c.       Keadaan bayi
1)      Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2)      Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep)
3)      Kelainan kongenital
4)      Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
3.      Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (DKRI, 2010)
4.      Penilaian Asfiksia
Menurut prawirohardjo (2010), APGAR adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit pertama, kelima, kesepuluh. Penilaian APGAR score perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan. Setiap penilaian APGAR score diberi angka 0, 1, 2. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal atau tidak.
Aspek yang dinilai
Nilai
0
1
2
Appearance (warna kulit)
Biru pucat
Tubuh merah muda
Ekstremitas biru
Merah muda seluruhnya
Pulse (detak jantung)
Tidak ada
Lambat dibawah 100
Diatas 100x/menit
Grimance (reflek)
Tidak ada
Gerakan sedikit
Reaksi melawan
Activity (tonus otot)
Tidak ada
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Respiratori (usaha nafas)
Tidak ada
Lambat tidak teratur
Menangis dengan kuat
Jumlah
Sumber: Varney, (2007)
Asfiksia ringan      : nilai APGAR 7-10
Asfiksia sedang     : nilai APGAR 4-6
Asfiksia berat        : nilai APGAR 0-3
5.      Dasar Asuhan Bayi Baru Lahir
Dalam setiap persalinan, penatalaksanaan BBL menganut beberapa prinsip yang penting untuk kelangsungan hidup BBL diantaranya:
a.       Kering, bersih dan hangat
Sangat penting bagi semua bayi baru lahir untuk dijaga agar tetap kering, bersih dan hangat untuk mencegah bayi kedinginan (hipotermi) yang membahayakan. Prinsip ini tetap dianut dalam penatalaksanaan resusitasi BBL dan terlebih lagi bayi asfiksia sangat rentan terhadap hipotermi.
b.      Bebaskan dan bersihkan jalan nafas BBL
Bersihkan jalan nafas bayi dengan mengusap mukanya dengan kain atau kasa yang bersih dari darah dan lendir segera setelah kepala bayi lahir (masih di perinium ibu)
1)      Apabila BBL segera dapat bernafas secara spontan atau segera menangis, jangan lakukan pengisapan secara rutin pada jalan nafasnya.
2)      Apabila BBL tidak bernafas atau bernafas megap-megap, maka penghisapan lendir amat penting sebagai bagian mutlak dari langkah awal resusitasi
3)      Apabila terdapat air ketuban bercampur mekonium, begitu bayi lahir tidak bernafas atau bernafas megap-megap, maka penghisapan lendir sangat penting dilakukan segera sebelum melakukan pemotongan tali pusat dan kemudian dilakukan langkah awal
4)      Posisi kepala bayi baru lahir juga amat penting untuk kelancaran jalan nafas sehingga dapat membantu pernafasan bayi. Pada pola persalinan normal, setelah bayi lahir diletakkan di atas perut ibu yang telah dilapisi kain dan diusahakan agar letak kepala setengah tengadah (sedikit ekstensi). Pengaturan posisi sangat penting pada resusitasi BBL.
c.       Rangsangan Taktil
Mengeringkan tubuh bayi pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah cukup guna merangsang upaya nafas. Akan tetapi untuk bayi dengan asfiksia, mungkin belum cukup sehingga perlu dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang pernafasan. Ada beberapa tindakan yang membahayakan bayi dan perlu dihindari, misalnya menekuk lutut ke arah perut, meremas dan mengangkat dada, dilatasi spingter ani, mengguyur air dingin dan hangat berganti.
d.      Air Susu Ibu (ASI)
Penting sekali untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam setelah bayi lahir. Bila bayi sudah bernafas normal, lakukan kontak kulit bayi dan kulit ibu dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam posisi bayi tengkurap, kepala bayi menghadap dada ibu, kepala bayi di tengah antara ke dua payudara ibu sdikit dibawah puting, lalu selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan. Ibu dianjurkan selama sekitar 1 jam untuk mengusap dan membelai bayi dan memberikan dorongan untuk meyusui bayi, sambil menunggu bayinya meraih puting susu secara mandiri. Biasanya bayi berhasil menyusui pada menit ke 30-60
(DKRI, 2008)
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
        Menurut Sudarti, 2010 yang dikutip dari Helen Varney Manajemen kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
a.       Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Rita dan Surachmindari, 2013 yang mengkutip dari Helen Varney sebagai berikut:
1)      Langkah I : Pengkajian Data
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan keadaan pasien. Langkah ini merupakan langkah awal untuk menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi. Data dasar ini meliputi data subjektif, data objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan keadaan pasien yang sebenarnya.
2)      Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosa, masalah (kesenjangan yang diharapkan dengan fakta/nyata) dan kebutuhan berdasarkan data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan yang spesifik.
Standar nomenklatur diagnosa kebidanan yaitu:
a)      Diakui dan telah disahkan profesi
b)      Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
c)      Memiliki ciri khas kebidanan
d)     Didukung oleh Clinical Judgenment dalam praktik kebidanan
e)      Dapat diselesaikan dengan pendekatan pelaksanaan kebidanan.
3)      Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi
4)      Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Langkah ini mengidentifikasi perlunya tindakan atau masalah potensial untuk ditangani atau segera dikonsultasikan dengan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin memerlukan konsultasi dan kolaborasi dengan dokter sehingga bidan harus mampu mengevaluasi setiap keadaan pasien untuk menentukan kepada siap konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam menajemen asuhan pasien.
5)      Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari keadaan pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti yang diperkirakan akan terjadi berikutnya. Apakah dibutuhkan konseling, penyuluhan dan apakah perlu merujuk pasien bila ada masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
6)      Langkah VI : Pelaksanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah perencanaan dilaksanakan secara efektif. Perencanaan ini biasa dilakukan sepenuhnya oleh bidan atau tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi tetap bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
7)      Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah di identifikasikan didalam diagnosa potensia.


DAFTAR PUSTAKA

                            Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
                            Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010
                            Prawirohardjo. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP
                            Varney, H. 2007. Varnay Midwifery. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar